Sabtu, 22 Juni 2013

Sejarah Eksekusi Lapangan Monas

Sejarah Eksekusi Lapangan Monas


Kemeriahan Malam Muda Mudi dalam rangka peringatan HUT ke-486 Jakarta usai sudah. Lapangan Monas menjadi saksi bisunya. Pagi ini, lapangan 80 hektare itu menjadi tempat start dan finish lomba lari Jakarta International 10K 2013 yang dibuka Gubernur Joko Widodo. Lapangan itu memang penting sejak dulu.

Pada akhir abad ke-18 ketika memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia lama (kini kawasan Jakarta Kota) ke Weltevreden (kini Jakarta Pusat), pemerintahan Hindia Belanda membangun beberapa bangunan penting termasuk fasilitas publik berupa lapangan.

Dua lapangan utama di Weltevreden adalah Buffelsveld dan Waterloopein. Mulai dibangun pada masa pemerintahan Daendels di awal abad ke-19, Waterloopein menjadi lapangan utama yang digunakan untuk parade dan upacara. Lapangan Waterloopein dijadikan warga kota sebagai tempat berkumpul pada sore hari untuk bersosialisasi. Sekarang, tempat ini dikenal sebagai Lapangan Banteng.

Sementara itu, pada 1809, Buffelsveld (lapangan kerbau) dinamakan Champs de Mars oleh Gubernur Jenderal Daendels yang sangat dipengaruhi Perancis dan digunakan untuk latihan militer.

Di sini pula, Daendels memerintahkan eksekusi mati pada Kolonel Filz yang dianggap menyerah terlalu cepat pada Inggris saat memperebutkan benteng di Ambon, Maluku, pada 1810.

Pada 1818, pada masa pemerintahan Inggris di Hindia di bawah pemerintahan Raffles, lapangan ini diubah namanya menjadi Koningsplein atau Lapangan Raja sejak Gubernur Jenderal mulai menghuni istana baru di sisi lapangan itu. Kini istana tersebut menjadi Istana Merdeka.

Sejak pertengahan abad 19, rumah-rumah besar nan mewah mulai mengisi empat sisi Koningsplein. Tak pelak, hal ini menjadikannya lokasi paling elit di Batavia saat itu.

Pada masa pendudukan Jepang, Koningplein bersalin nama menjadi Lapangan Ikada-- Ikada merupakan akronim dari "Ikatan Atletik Djakarta". Konon, semula pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan akan digelar di Lapangan Ikada. Namun, karena kondisi tidak memungkinkan, kegiatan dialihkan ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.

Sukarno mengganti nama Lapangan Ikada menjadi "Medan Merdeka". Bung Karno menghendaki rakyat Indonesia memiliki monumen untuk memperingati perjuangan dalam mencapai kemerdekaan. Maka, ia memprakarsai pembangunan Monumen Nasional pada 1959. (dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar