Minggu, 10 November 2013

Waspada! Mainan Impor Asal China Mengandung Racun

berita pilihan


Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendesak pemerintah untuk segera mengawasi peredaran mainan anak-anak di pasar Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk mengendalikan laju impor mainan anak-anak yang ternyata mengandung zat kimia berbahaya.

Menurut Ketua Umum APINDO, Sofjan Wanandi, penerapan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) pada mainan anak-anak akan sangat efektif mengurangi maraknya peredaran mainan anak-anak beracun asal luar negeri alias impor.

"SNI mainan anak-anak harus secepat mungkin diterapkan, karena supaya tidak terlalu banyak jumlah impor mainan," terang dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Senin (11/11/2013).

Sofjan menuturkan, sebagian besar dari produk mainan impor yang ada di Indonesia datang dari China. "Impor berlebihan bahaya, buat anak-anak juga begitu sebab banyak yang pakai racun," terang dia.

Kementerian Perdagangan melaporkan nilai impor produk mainan mencapai US$ 70 juta-75 juta atau lebih rendah dari nilai ekspor mainan lokal yang tercatat menembus angka US$ 60 juta setara Rp 680,4 miliar hingga Agustus 2013. Mayoritas produk mainan impor berasal dari China dan sekitar 90%-nya berbahan dasar plastik yang tak terjamin kualitasnya.

Namun dia mengaku, bila pemerintah kurang menyediakan infrastruktur terkait lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan SNI khusus produk mainan. Sehingga pengusaha merasa kesulitan untuk bisa memperoleh label SNI.

"Itu karena masalah teknologinya susah sekali untuk mainan anak-anak. Sebenarnya SNI tidak bisa semua disamaratakan, karena ada yang memakai elektronik dan ada yang tidak," paparnya.

Sofjan berharap, pemerintah dapat memberikan dispensasi bagi para pengusaha yang masih kesulitan untuk memproduksi mainan sesuai standar SNI.

"Beri kesempatan atau dispensasi dulu bagi yang belum bisa sambil terus berusaha untuk memenuhinya. Jangan buru-buru ditutup," pungkas dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kemendag mengakui adanya kesulitan pemasok mainan di daerah dalam mendaftarkan produknya untuk mengantongi sertifikat SNI. Kondisi ini tak terlepas dari minimnya jumlah Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standardisasi (LS Pro) di Indonesia khususnya yang menangani produk mainan.

"Memang betul (pemasok kesulitan), kami juga paham jika jumlahnya LS Pro masih terbatas, belum banyak yang menjalankan di bidang mainan," ujar Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Khrisnamurti.Kemendag menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menyosialisasikan dan mengajak seluruh pihak, termasuk perguruan tinggi (kampus) untuk membangun LS Pro. Sayangnya, Bayu belum mengetahui jumlah persis LS Pro atau lembaga sertifikasi yang ada sekarang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar